Bersyukur adalah salah satu harapan terbesar yang dipinta oleh hamba yang meyakini bahwa semua kenikmatan ini anugerah Allah SWT. Akan sulit merasakan kesyukuran tanpa berupaya merenungi parade kenikmatan dari Allah pada diri kita. Demikian pula, tidak mudah menghadirkan syukur dalam hati tanpa berusaha mengalahkan kecenderungan manusiawi yang senantiasa menginginkan tambahan yang lebih banyak. Sulit memiliki sikap syukur tanpa menghadirkan rasa tunduk dan patuh pada kehendak Allah.
Karena itulah Rasulullah saw membimbing kita agar setiap usai shalat memohon kepada Allah agar membantu kita memiliki rasa syukur ini.
Dalam sebuah hadits riwayat Ahmad, Rasulullah saw pada suatu hari meraih tangan Mu’adz bin Jabal kemudian bersabda,
“Hai Mu’adz, aku mencintaimu.” Mu’adz bin Jabal berkata kepada beliau, “Engkau lebih aku muliakan melebihi ayah dan ibuku, wahai Rasulullah! Saya juga mencintai Tuan.” Lalu Rasulullah saw bersabda, “Aku berwasiat kepadamu, wahai Mu’adz! Jangan kau tinggalkan setiap usai shalat untuk berdoa:
اللَّهُمَّ أَعِنِّي عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ
Allahuma a'innii 'alaa dzikrika wa syukrika wa husni 'ibaadatika
“Ya Allah, tolonglah aku untuk mengingat-Mu, mensyukuri-Mu dan beribadah kepada-Mu dengan baik.”
Kenapa begitu pedulinya Rasulullah saw kepada umatnya agar mempunyai rasa syukur? Rasa syukur akan mengurangi tekanan kecemasan dalam jiwa. Hati kian jadi lapang. Segala karunia yang ada akan selalu membawa keberkahan. Lalu wajah menjadi lebih menarik, berseri dan memancarkan ketenangan dan kedamaian. Dan rasa syukur menjadikan hati kita tidak gampang terlukai oleh pernak-pernik kehidupan yang kebanyakan manusia gampang tersakiti karenanya. Subhaanallah!
Ibnul Qayyim bertutur, “Syukur itu ketetapan hati dalam mencintai Yang Memberi nikmat, juga ketetapan anggota tubuh untuk mentaati-Nya, serta terus menerusnya lisan untuk berdzikir dan memuji-Nya”.
Berarti bisa dibayangkan bila makna syukur dipahami dan dipegang seperti ini, tentu semua pertambahan kenikmatan akan berdampak perubahan yang memukau dan menawan, yang terlihat dari penampilan seluruh tubuhnya. Ucapannya melafalkan kata-kata penuh hikmah, keyakinannya kepada seluruh aspek keimanan semakin kokoh dan tingkah lakunya bernuansa positif dan kebaikan.
Sementara Al-Hafiz Ibnu Hajar mengatakan, “Syukur itu mengakui nikmat dan melakukan pengabdian pada yang memberi nikmat”.
Lalu Fudhail bin Iyadh mengatakan, “Mensyukuri semua nikmat itu adalah tidak bermaksiat pada Allah setelah menerima nikmat itu.”
Jelas sekali, syukur nikmat itu tak hanya dengan lisan. Tidak sekadar memuji Allah dan berdzikir. Tetapi juga termasuk membaca Al-Qur’an yang juga menggunakan lisan, menyampaikan nasihat yang baik kepada orang lain, membicarakan tentang nikmat Allah SWT dan tidak mengingkarinya yang semuanya menggunakan lisan.
Karena hal ini penting, Rasulullah membangun suasana dan nuansa kesyukuran. Terbukti beliau kerapkali bertanya kepada sahabatnya,
“Bagaimana kabarmu wahai Fulan? Kemudian dijawab, “Aku memuji Allah, wahai Rasulullah saw.” Rasulullah lalu bersabda, “Inilah yang aku inginkan darimu” ( HR. Thabrani dishahihkan oleh Al-Albani).
semoga kita termaksud hamba2 yg bersykur..aamiin...
ReplyDelete